Penantian Alya Bagian Pertama

Tak ada lagi canda, tawa bahkan lelucon yang keluar dari mulut lelaki berparas hitam manis itu. Sejak keputusan yang kuberikan seolah senyum di wajahnya menghilang.

Aku melihat Kevin selalu murung. Tiada lagi keceriaan menghiasi hari-hari kebersamaan kami. Teman-teman kantor mengira kami bertengkar sehingga enggan untuk sekedar bertegur sapa.

Aku ingin meminta maaf atas peristiwa yang terjadi namun, Kevin seolah tidak memberi kesempatan untuk kami berbicara berdua.

Suasana di luar sana mencerminkan isi hatinya Kevin. Saat itu, hujan tumpah ruah ke bumi. Ku lihat Kevin belum pulang dan masih sibuk dengan berkas-berkasnya.

Ku dekati Kevin sembari mengajaknya untuk makan malam “Vin, sebelum pulang kita makan malam dulu yuk?” ajakku padanya yang masih memainkan ponselnya tanpa menjawab.

Mungkin Kevin masih marah atas penolakanku kemarin. Mungkin ia tidak mau lagi berteman denganku. Pikirku menerawang jauh.

Baru kali ini aku melihat Kevin terisak dalam diamnya. Aku penasaran, mencoba mendekatinya dan bertanya tentang apa yang terjadi.

“Alya, bantu kali ini saja, setelah itu saya akan menghilang dari hidupmu”. Aku tidak paham dengan maksudnya. Aku mencoba mencerna kembali kata-kata yang barusan keluar dari mulutnya.

Biasanya jika ada masalah Kevin pasti cerita padaku. Namun kali ini berbeda. Tidak seperti Kevin yang ku kenal. Sorot matanya penuh pengharapan dan permohonan dari seorang sahabat.

Hari sudah tengah malam. Tak ada lagi suara jangkrik terdengar. Namun tidak bagiku yang masih memandang layar monitor hingga subuh datang. Aku sudah paksakan agar mata ini terlelap, namun bayangan wajah murung Kevin selalu menghiasi pikiranku.

Ungkapan ambigu Kevin tadi sore menghilangkan rasa lelah dan kantuk yang sudah ku tahan sejak dari kantor. Aku harus menemui Kevin secepatnya. Aku tidak mau larut dalam pikiran yang tidak menentu. Aku mantapkan hati untuk berbicara empat mata dengannya.

Dengan mata sedikit merah karena belum tidur, aku tetap berangkat ke kantor. Aku cari sosok pria yang sejak semalam membuatku tidak bisa tidur. Aku dekati untuk mengajaknya berbicara serius.

Awalnya Kevin menolak. Namun, karena bujuk rayuku akhirnya iya menurut. “Vin, aku masih bingung dengan kata-katamu kemarin. Tolong jelaskan padaku.”

“Kita menikah Alya”. Perkataan itu keluar dari mulutnya. “Aku sudah tidak sanggup lagi dengan kelakuan istriku,” lanjutnya.

Aku , Adi dan Kevin adalah rekan kerjaku di kantor. Aku sempat menaruh hati pada Adi. Tetapi Adi sudah menerima lamaran teman kakaknya. Mungkin dia tidak jodohku.

Begitu juga dengan Kevin yang sebelumnya mengajakku menikah untuk menolak jodoh dari orangtuanya. Meskipun agak canggung, namun aku tetap berusaha melupakan kejadian yang telah berlalu.

Bersambung…

More From Forest Beat

Malaikat Kecilku

Matahari kecil dalam pelukan dunia itulah dirimuSinarmu mengusir kegelapan yang temaranMenyinari ruang gelap penuh sesakCahayamu hadir memberi penyejukSeperti pelangi dalam hujanMemberi warna hiasi dunia Genggaman...
Puisi
0
minutes

Tiga Tahun Sudah

Rasanya baru kemarinKetika kami malu-maluDatang di tempat ini Bertemu dengan kawan dan guru yang baruTujuan kami di sini hanya satu menggapai cita dan harapan berbudi...
Pendidikan
0
minutes

Gerimis Mencumbu Jingga

Subuh membasuh luruh bermandikan titik hujanMenambah gaduh jiwa yang terbaring usangKapankah mentari menyapa pagi?Sementara rinai masih menyirami bumi Bekunya pekat subuh berangsur-angsur tepiskan kelamMenyibakkan secercah...
Puisi
0
minutes

Rindu Muhammad

Ya MuhammadYa RasulullahBegitu nama terpatri indahYang melekat sebagai kekasih Allah Rinduku padamu tak kunjung sudahPadamu bagindaku ya RasulullahCintaku padamu tak pernah goyahAsaku ingin bersamamu di...
Puisi
0
minutes
spot_imgspot_img